Kamis, 03 April 2014

ARSITEKTUR DAN SAYA

"ARSITEKTUR" 
            Arsitektur..menurut saya kata tersebut pas untuk mewakili sebuah bidang ilmu yang membutuhkan imajinasi serta ide yang super cemerlang. Dalam menggeluti bidang tersebut kita dituntut untuk mempunyai daya kreatifitas yang lebih, karena yang kita buat adalah sebuah bangunan yang sangat berdampak pada situasi dan kondisi baik dahulu, sekarang sampai masa depan. Sukses atau tidaknya sebuah bangunan ada di tangan kita, dan sukses atau tidaknya kita ada pada hasil bangunan yang kita buat. Bangunan yang baik adalah bangunan yang dapat bertahan lama baik dari segi konstruksi maupun segi estetis, bangunan yang baik tidak akan termakan oleh waktu dan akan tetap terlihat menarik walaupun sudah berumur tua. Contoh bangunan yang baik salah satunya ialah Lawang Sewu yang tetap kokoh dan selalu terlihat menarik sampai saat ini.


Lawang Sewu

Seorang arsitek bukan hanya merancang dan membuat sebuah bangunan agar terlihat lebih estetis dan lebih menarik, namun juga harus mengamati alam sekitarnya dan juga memikirkan cara mengolah dan memanfaatkan alam tanpa harus merusaknya. Konsep green arsitektur adalah salah satu konsep yang menerapkan faktor alam ke dalam rancangannya.


Contoh bangunan berkonsep Green Arsitektur

Latar belakang ketertarikan saya terhadap ilmu arsitektur bersumber dari hobby saya yang meluap-luap terhadap dunia seni, saya ingin menyalurkan hobby saya ke dalam wadah yang menurut saya lebih menjamin. Arsitek memang bukan cita-cita saya sejak kecil, tiap kali seseorang bertanya apa cita-cita saya, dengan amat sangat lugu saya menjawab ‘dokter’ tanpa alasan yang mendasari jawaban tersebut, karena mungkin hanya dokter yang sering saya jumpai dibandingkan bidang profesi yang menjamin lainnya.
Masa SMA merupakan masa yang meng-ambigukan, karena setelah lulus saya hanya dibekali teori-teori tanpa penerapan dalam lapangan dan secara otomatis saya tidak mempunyai keterampilan apapun selain teori. Saya menyadari hal tersebut setelah saya telah manginjak bangku kelas 3 dan saya pun menyadari tak ada gunanya lagi saya memikirkan hal itu karena masa-masa transisi telah bersiap menyambut lembaran hidup saya. IPA adalah jurusan yang saya tekuni semasa SMA, terasa berat memang karena yang saya pelajari hampir semua ber-hitung dan ber-rumus tanpa ada rasa ‘greget’ selama saya mencoba mengingat dan memahami rumus-rumus tersebut. Alhasil, belum genap satu tahun saya meninggalkannya, tak ada lagi sisa-sisa ingatan tentang rumus-rumus tersebut, dan hanya sebuah kenangan pahit saya dalam berusaha menghafal berlembar-lembar rumus yang saya rangkum sendiri. Terasa indah memang saat merangkum rumus, namun pahit rasanya dalam menghafalkannya, dan lebih pahit rasanya jika dari berlembar-lembar rumus tersebut hanya keluar dua atau tiga soal dalam soal UN, terlebih soal tersebut merupakan soal yang memerlukan penguraian panjang dalam menghitung, apalagi setelah memakan banyak waktu tak ada satupun jawaban yang mirip (nyrempetpun tidak). Lebih baik ada jawaban yang mirip dengan jawaban kita meskipun jawaban itu salah daripada berjam-jam mencari jawaban dan tak ada satu jawaban yang nyrempet dengan jawaban saya.
Lulus SMA tujuan utama saya adalah kuliah, saya yang telah dibekali dengan bakat seni dengan yakin saya memilih program study Teknik Arsitektur karena saya sangat tertarik dengan ilmu arsitektur dan ingin mendalami dan terjun langsung ke dunia arsitektur. Awal-awal masuk kuliah saya masih berpikiran bahwa menjadi seorang arsitek itu gampang, namun setelah saya pelajari ternyata arsitektur itu sangat menakjubkan namun mempelajarinya sangat menguras energi. Teknik Arsitektur merupakan ilmu mengenai bangunan dan otomatis di dalam rombel lulusan SMK jurusan bangunan lebih menonjol dibandingkan lulusan SMA karena di SMK sudah dibekali berbagai ilmu pengantar dan penjelas tentang cara bagaimana menggambar dan pengertian hal-hal yang berhubungan dengan bangunan.
Dosen sangat berbeda dengan guru. Guru selalu mengajar dan mendidik siswa-siswanya, menuntun secara satu-persatu bagaimana menyelesaikan beberapa masalah. Sedangkan dosen hanya mengajar saja, para mahasiswa sudah di anggap dewasa dan dituntut sudah paham dan mengerti apa yang diajarkan oleh dosen tanpa membedakan lulusan SMK dengan SMA yang jelas berbeda pengetahuan tentang jurusan yang dipelajari. Solusinya adalah harus rajin bolak-balik ke perpustakaan meminjam buku-buku, walaupun sang buku hanya berpindah tempat dari perpustakaan ke kos-kosan dan sebaliknya tanpa tersentuh. Menumpuknya tugas menjadi faktor yang mempengaruhi minat baca, walaupun faktor yang paling utama adalah kemalasan.
Tugas besar selalu hadir menjelang akhir semester dalam perkuliahan Teknik Arsitektur. Tugas besar adalah tugas dimana kita harus merancang sebuah rumah atau sebuah gedung dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam mempertimbangkan berbagai faktor, kita diharuskan “assistensi” memberikan data atau sebagian hasil kerja kita apakah sudah tepat atau belum. Dosen yang mengampuh tiap mata kuliah tidaklah satu, tetapi ada dua bahkan tiga dosen sekaligus. Hal ini yang menyulitkan kita dalam proses assistensi karena kita harus assistensi kepada dosen-dosen yang lain. Pemikiran dan kreatifitas antara dosen yang satu dengan dosen yang lain jelas berbeda, mungkin saat kita assistensi ke dosen 1 disuruh A tapi ke dosen 2 di suruh B. Jadi kita harus pintar-pintar menyimpulkan pendapat dan saran dari semua dosen, misal jika dosen 1 menyuruh A dan dosen 2 menyuruh B maka kita dapat mengambil jalan tengah antara A dan B yaitu A,5. Lebih banyak dosen yang mengampuh tiap mata kuliah, maka dalam mencerna pemikiran-pemikiran dari tiap dosen akan lebih sulit, tetapi yang jelas kita akan lebih banyak mendapat wawasan dari tiap dosen tersebut.
Sampai saat ini saya tetap mencintai arsitektur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar